Sabtu, 17 September 2011

SEKOLAH IDEAL
Berbicara mengenai Sekolah Ideal, dalam sharing ini saya ingin membicarakan mengenai pandangan saya seperti apa sekolah umum (inklusi) dalam menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak special.

KOMPONEN DAN FAKTOR PENTING

Secara umum terdapat komponen penting sebagai berikut dalam lingkungan sekolah pada umumnya:
1. Pengurus Sekolah (Kepala Sekolah dan Yayasan)
2. Pengajar
3. Staf Operasional (administrasi, satpam, dll)
4. Siswa
5. Orang Tua
6. Profesional -> internal atau eksternal (contoh: psikolog, terapis, shadow, dll)

Masing-masing komponen di atas memiliki peran penting dalam berjalannya sistem pendidikan dan pengajaran di sekolah, juga dalam perkembangan anak-anak spesial.
Selain itu juga ada faktor pendukung penting yang dibutuhkan dalam proses belajar dan mengajar di sekolah, khususnya bagi anak-anak spesial:

1. Ekspektasi -> keinginan, harapan orang tua dan pengajar serta pihak sekolah
2. Kurikulum
3. Delivery -> cara memberikan materi kepada siswa
4. Monitoring dan evaluasi
5. Komunikasi

Dalam paparan ini, setiap komponen dan faktor penting akan dibahas satu persatu

PENGURUS SEKOLAH

Pengurus sekolah (kepala sekolah dan yayasan) adalah kunci penting dalam penyelenggaraan sekolah, karena seluruh kebijakan di sekolah ditentukan oleh kepala sekolah, kadang bersama dengan yayasan. Sehingga sangat penting untuk mengetahui visi dari kepala sekolah dan yayasan.
Keterbukaan antara orang tua dan pengurus sekolah sangat dibutuhkan, mulai dari proses penerimaan siswa special, saat berjalannya proses pendidikan, evaluasi hingga kelulusan.
Hal-hal penting yang perlu diketahui adalah:

1. Bagaimana sekolah menerima siswa special, ada beberapa jenis penerimaan sekolah:
a. Menolak menerima anak spesial
b. Menerima, namun memperlakukan anak-anak special sama dengan siswa-siswa lainnya, tanpa pelayanan khusus sesuai kebutuhannya.
c. Menerima dan mampu menangani anak special sesuai kebutuhannya, baik dengan guru pendamping atau tanpa guru pendamping.

2. Bagaimana sekolah mempersiapkan seluruh komponen yang terkait (pengajar, staf, dll) dengan proses belajar untuk menerima dan melaksanakan proses pendidikan bagi anak special (workshop, pelatihan, dll). Apakah sekolah mendukung pengembangan wawasan seluruh komponen untuk dapat memahami kebutuhan khusus anak-anak special.

3. Penanganan di kelas, seperti perencanaan pengaturan situasi kelas (tempat duduk, teman satu meja, pengajar kelas, pengajar pendamping, lingkungan bermain yang aman, dll)
Pada saat penerimaan ini ada baiknya memberikan paparan mengenai kemampuan apa saja yang sudah dimiliki anak, seperti kemampuan bantu diri (makan, toileting, berganti baju), apakah anak masih perlu dibantu dan sebagainya. Juga bagaimana perilaku anak jika mengalami stress (contoh tantrum, babbling, melakukan gerakan berulang-ulang, dan sebagainya) serta bagaimana mengatasinya jika mulai mengganggu proses belajar. Jika diperlukan, bawa serta terapis yang biasa menangani anak dalam proses penerimaan ini untuk memberikan masukan kepada pihak sekolah. Keterbukaan antara seluruh pihak akan memudahkan masing-masing pihak mengukur dan mengindentifikasi, sejauh mana anak harus dibantu, sejauh mana anak dapat mandiri dan yang terpenting, seluruh pihak nyaman dengan keputusan yang bersama-sama diambil.

PENGAJAR

Pengajar di sekolah tidak terbatas pada pengajar kelas, walaupun secara umum pengajar kelas yang melakukan tugas pengajaran yang terkait dengan bidang akademis.

Tidak semua pengajar memiliki latar belakang pengetahuan tentang anak-anak special, sehingga sekolah yang menerima anak-anak special wajib mempersiapkan para pengajarnya dengan pengetahuan tentang anak-anak special, juga praktek-praktek penanganan anak special di kelas. Karena kelas bagaimanapun berbeda dengan ruang terapi, sehingga penanganan anak special di kelas tidaklah sama dengan di ruang terapi. Adalah tidak mungkin mengharapkan anak special mendapatkan perhatian yang sama dengan di ruang terapi, walaupun dengan menggunakan shadow, karena kelas bersifat massal setiap anak di dalam kelas adalah individu unik yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya yang juga membutuhkan perhatian.

Di samping itu, pengajar juga memerlukan bantuan dari orang tua, mengenai perilaku dan kebiasaan-kebiasaan anak, karena menyangkut pola asuh anak di rumah. Seperti bagaimana meningkatkan motivasi anak (dengan rewards, pujian dan sebagainya) atau bagaimana menerapkan suata konsekuensi untuk menata perilaku-perilaku negative anak secara konstruktif, tanpa melabel anak.

STAF OPERASIONAL

Tidak banyak yang menganggap bahwa staf operasional juga memiliki andil dalam perkembangan anak special, terutama yang berhubungan dengan kemampuan social praktis dan norma-norma umum. Pihak penyelenggara sekolah juga berkewajiban membekali para staf dengan pengetahuan praktis mengenai anak-anak special ini, diantaranya bagaimana berkomunikasi dengan singkat dan jelas dengan anak-anak special. Serta mengatasi kondisi-kondisi khusus seperti tantrum, pengalihan, manipulative dan sebagainya.

Pada sekolah kami, pernah pada satu masa, seorang anak tertarik untuk bermain dengan salah seorang staf administrasi dan selalu berusaha mengikuti kemanapun staf tersebut pergi setiap saat hingga di luar batas kewajaran, sehingga selalu terlambat mengikuti jam pelajaran di kelas. Perlu waktu untuk memberitahu serta melatih staf tersebut untuk bersikap tegas dan tetap ramah, membuat perjanjian kapan anak boleh mengajak staf tersebut bermain serta memberlakukan konsekuensi bagi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan anak. Tentu saja hal-hal tersebut di buat dengan kerjasama antara orang tua, pengajar dan staf yang bersangkutan. Sehingga pada akhirnya semua pihak merasa nyaman, pengajar tidak kebingungan mencari cara mengatasi perilaku anak, staf yang bersangkutan tidak ragu untuk mengambil sikap tanpa takut bersalah, orang tua tidak cemas akan salah perlakuan dari pihak sekolah dan yang terpenting, konsistensi dari semua pihak akan memudahkan anak untuk memahami norma yang berlaku umum.

SISWA

Siswa dalam suatu sekolah hakikatnya adalah miniatur suatu masyarakat. Latar belakang yang berbeda-beda antara setiap siswa, baik budaya, agama, pola asuh akan bercampur baur di sekolah membentuk komunitas yang unik. Anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah umum bagaimanapun akan berinteraksi dengan siswa lainnya.

Anak-anak pada umumnya dapat mengembangkan kemampuan interaksi sosialnya secara mandiri, seiring dengan umurnya. Mereka dapat bermain bersama, berbaur, memilih teman tanpa menemui kesulitan berarti. Pada anak berkebutuhan khusus, interaksi sosial adalah suatu hal yang tidak mudah dan sangat abstrak. Anak-anak ini seringkali menemui kesulitan dalam mengembangkan kemampuan interaksi sosialnya serta seringkali menunjukkan perilaku spontan yang tidak umum dalam berinteraksi dengan teman-teman sebaya (seperti memegang / menarik tangan, mengambil mainan, mengendus, memukul, merebut dan lain sebagainya).

Seringkali, hal yang terjadi di sekolah adalah siswa lainnya akan menjauhi anak berkebutuhan khusus, atau mengejek serta melabel dengan panggilan-panggilan negative yang pada akhirnya akan menyebabkan anak berkebutuhan khusus semakin terkucil. Kasus lain yang sering terjadi adalah siswa berkebutuhan khusus menjadi korban bullying dari siswa lainnya tanpa mampu membela diri atau mencari pertolongan dari orang dewasa di sekitarnya, karena kesulitan berkomunikasi. Situasi ini sering kali menyebabkan anak berkebutuhan khusus mengalami stress dan depresi.

Sekolah yang menerima anak berkebutuhan khusus memiliki kewajiban untuk mempersiapkan dan mendidik siswa lainnya untuk dapat menerima anak berkebutuhan khusus di lingkungan mereka. Penting untuk menekankan pada siswa lain bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Juga menerangkan kepada anak-anak lainnya bagaimana mereka harus bersikap dan memberitahu teman spesialnya jika ada perilaku yang tidak umum. Sehingga pada akhirnya seluruh komunitas akan mendapatkan kebaikan, siswa lain dapat berempati dan membantu temannya yang berkebutuhan khusus, sementara anak berkebutuhan khusus dapat belajar berinteraksi sosial sesuai norma umum yang berlaku di masyarakat.

ORANG TUA

Orang tua adalah kunci utama pendukung keberhasilan dalam proses perkembangan anak, tidak hanya anak berkebutuhan khusus, juga anak-anak pada umumnya. Namun yang sering kali terjadi adalah orang tua menghendaki anak berkembang sesuai keinginan orang tua (ambisi orang tua). Mendukung perkembangan anak sesuai potensi anak dan kebutuhannya adalah hal yang penting. Dalam menunjang proses perkembangan dan pendidikan anak, orang tua juga dituntut untuk turut mengembangkan diri, memperluas wawasan serta mengikuti perkembangan pengetahuan dan teknologi.

Pada ruang lingkup lebih kecil, misalnya di sekolah, orang tua hendaknya berperan aktif membangun komunikasi dengan pengajar, juga siswa lain untuk mengetahui perkembangan anak baik di bidang akademis maupun lingkungan sosial di sekolah. Perilaku pro-aktif menawarkan bantuan, baik tenaga maupun pikiran atau sharing pengetahuan dengan pengajar juga akan sangat menunjang proses perkembangan anak di sekolah. Seringkali pengajar akan terbantu dengan berbagai informasi detail mengenai kebiasaan anak, bagaimana jika anak menemui kesulitan, bagaimana mengatasi perilaku anak saat sedang tantrum dan sebagainya. Karena hal-hal tersebut dapat terjadi di dalam lingkungan sekolah.

PROFESIONAL (PSIKOLOG / TERAPIS)

Proses perkembangan anak berlangsung dalam kurun waktu yang panjang, bisa dikatakan seumur hidup. Sehingga penting bagi orang tua untuk merencanakan bagaimana menunjang anak dalam proses perkembangannya. Bantuan pihak professional (psikolog dan terapis) dalam memberikan konsultasi perencanaan program, metode monitoring dan menilai kemajuan anak pada setiap tahapan akan sangat membantu orang tua, sekolah dan pengajar untuk merancang dan menetapkan program bersama atau mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam menjalankan suatu program. Konsultasi dan evaluasi rutin sangat diperlukan untuk menyesuaikan atau bahkan mengganti program yang sedang berjalan jika memang diperlukan. Pertemuan dapat dilakukan di awal semester, pertengahan semester dan akhir semester untuk memantau perkembangan anak .

**FAKTOR PENDUKUNG LAIN**

EKSPEKTASI

Ekspektasi adalah satu hal yang harus dikomunikasikan di awal antara semua pihak (orang tua, sekolah dan professional), sehingga setiap pihak yang berperan dalam perkembangan anak memiliki pandangan yang sama serta pemahaman yang sama mengenai tujuan yang ingin dicapai, serta bagaimana cara mencapainya.

Ekspektasi haruslah jelas dan dapat dimengerti oleh seluruh pihak yang terkait. Ekspektasi berikut adalah contoh yang tidak jelas dan sulit terukur: “Saya ingin anak saya dapat bersosialisasi”. Statement tersebut dapat menyebabkan masing-masing pihak memiliki penafsiran berbeda, serta tidak ada penyamaan pandangan.

Sedangkan contoh berikut memberikan gambaran yang jelas dan mudah dimengerti, “Saya ingin anak saya meminta tolong pada guru jika mengalami kesulitan, sehingga mengurangi perilaku tantrum”. Dengan statement seperti ini, semua pihak dapat mengerti, serta dapat menyusun langkah-langkah bersama untuk mewujudkan ekspektasi ini. Orang tua dapat memberi gambaran pada pengajar apa tanda-tandanya jika anak mulai mengalami kesulitan (babbling, perilaku berulang dan sebagainya). Pengajar, jika melihat tanda-tanda tersebut akan mendekati anak dan menawarkan bantuan, sambil menuntun anak untuk meminta bantuan (seperti mengatakan “tolong”). Dengan perlakuan konsisten tersebut, anak dapat berlatih untuk meminta tolong jika mengalami kesulitan, dan mengurangi perilaku negatifnya.

Contoh lain, “Anak kami terobsesi dengan pintu dan selalu membuka dan menutup pintu berulang-ulang sehingga melebihi kewajaran, kami ingin mengurangi obsesinya sampai dalam batas kewajaran”. Perlu dibuatkan definisi mengenai tahap “kewajaran” yang ingin dicapai, seperti “membuka dan menutup pintu hanya jika ada yang ingin melewati pintu tersebut”. Sehingga dalam pelaksanaannya, pengajar bisa meminta tolong anak untuk membukakan atau menutup pintu jika temannya atau gurunya ingin keluar atau masuk. Disatu sisi obsesi anak dapat lebih terkontrol, di sisi lain perilakunya masih dalam batas kewajaran dalam norma umum.

Dengan ekspektasi yang jelas, pihak sekolah dan pengajar juga akan dapat mengukur kemampuan mereka dalam membantu anak dan orang tua mewujudkan ekspektasi tersebut.
Ekspektasi tidaklah bersifat kaku, namun dapat disesuaikan dengan perkembangan kemampuan anak bahkan dapat berubah jika diperlukan, seperti belum memungkinkan untuk dicapai dan sebagainya.

KURIKULUM

Saat ini, peraturan pemerintah memungkinkan setiap sekolah untuk menyusun sendiri kurikulumnya sesuai kebutuhan sekolah, walaupun ada pedoman-pedoman yang tetap harus diikuti oleh sekolah. Di satu sisi, peraturan ini memungkinkan sekolah untuk mengakomodir kebutuhan setiap anak yang berbeda-beda dengan menerapkan IEP (Individual Education Plan). Pada kasus anak berkebutuhan khusus seringkali akan sangat membantu jika sekolah mengakomodir penggunaan IEP. Penyusunan IEP secara global dapat dilakukan di awal semester dan dilakukan bersama-sama oleh sekolah, pengajar, orang tua dan dibantu oleh professional. Sedangkan detil dari IEP dapat diberikan setiap minggu atau dua mingguan untuk memudahkan pengawasan dan evaluasi.

Namun tidak semua sekolah mengakomodasi IEP dalam penyelenggaraan proses pendidikan, sehingga sangat penting bagi orang tua untuk mempertimbangkan dengan masak apakah anak dapat mengikuti kurikulum massal di sekolah tersebut atau tidak.

DELIVERY MATERI PENDIDIKAN

Saat ini sudah diketahui bahwa terdapat beberapa gaya belajar yang berbeda-beda pada setiap orang, diantaranya visual (belajar dengan cara visual melalui peraga, gambar), auditory (belajar dengan cara mendengarkan, audio), kinesthetic (belajar dengan meniru gerak, perilaku). Walaupun pada umumnya setiap orang dapat melakukan keseluruhan gaya belajar tersebut, namun biasanya ada gaya belajar yang dominan.

Pada anak-anak berkebutuhan khusus, seringkali hanya satu gaya belajar yang efektif bagi anak. Mengenali gaya belajar anak dan menggunakannya dengan maksimal akan sangat membantu anak berkebutuhan khusus memahami materi yang diberikan.

Pada sekolah-sekolah konvensional di mana pengajar memberikan materi di depan kelas, seringkali tidak memungkinkan bagi pengajar untuk memanfaatkan gaya belajar dominan pada masing-masing anak untuk memudahkan anak memahami materi yang sulit dimengerti. Namun pada beberapa sekolah saat ini di mana siswa dituntut lebih aktif melakukan berbagai observasi, pengajar tidak lagi melulu memberikan materi di depan kelas, sehingga penggunaan berbagai gaya belajar yang sesuai bagi setiap anak dapat diakomodir dengan maksimal.

MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring dan evaluasi mutlak dilakukan secara rutin, karena seringkali terjadi perubahan situasi yang mempengaruhi perkembangan anak, seperti jika sedang dalam kondisi yang kondusif, banyak hal yang bisa dicapai oleh anak, sehingga perlu dipertimbangan untuk menambah variasi program agar anak tidak jenuh. Sebaliknya dalam kondisi yang tidak kondusif, mungkin saja anak menjadi mogok sehingga perlu untuk mengurangi target pencapaian, atau bahkan mundur sedikit untuk memberikan ruang bagi anak untuk memulihkan kondisi fisik dan psikologisnya.

KOMUNIKASI

Hal yang paling penting diantara seluruh komponen dan faktor pendukung di atas adalah komunikasi. Tanpa komunikasi yang baik, bisa dipastikan tidak akan dapat dicapai kemajuan yang berarti dalam perkembangan anak, bahkan sangat mungkin anak akan mengalami kemunduran.
Hal terpenting dalam melakukan komunikasi adalah “mendengarkan”, “menerima” dan “memahami”, barulah berikutnya adalah “mengutarakan”.  Adalah hal yang sulit bagi kebanyakan orang untuk mendengarkan sesuatu yang tidak menyenangkan apalagi jika menyangkut dirinya seperti kritik, complain, pengaduan dan hal yang serupa. Sering terjadi sikap yang pertama kali muncul adalah defensive.

Pada banyak kasus menyangkut anak berkebutuhan khusus di sekolah, komunikasi yang intens dan berkualitas mutlak dibangun antara orang tua, pengajar, sekolah bahkan terhadap sang anak itu sendiri. Memahami kedudukan masing-masing pihak sesuai perannya serta memandang semua pihak dalam posisi yang setara dan tidak menghakimi adalah unsur penting yang seringkali terabaikan. Orang tua kadang menganggap guru dan sekolah harus selalu melayani seluruh keinginannya. Sementara di sisi lain, guru kadang terjepit di antara kepentingan sekolah dan keinginan orang tua. Di pihak lain, sekolah dan yayasan juga ada yang bersikap otoriter.

Keterbukaan dan kerjasama antara pihak orang tua dengan sekolah dan pengajar atau professional yang akan membantu (psikolog, terapis, shadow, dll), dalam banyak hal akan sangat menunjang perkembangan anak berkebutuhan khusus di sekolah. Bagaimana masing-masing pihak memahami kedudukannya serta dapat berperan sesuai kompetensinya untuk menunjang kemajuan anak. Karena bagaimanapun, tidak ada satu pihak yang mampu melakukan segalanya sendiri. Masing-masing memerlukan bantuan dan peran serta dari pihak lain. 
 
sumber. AUTIS TODAY (www.infoautis,blogspot)


Pemilihan Metode/Terapi Untuk Autisme
Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS, SPdI

Petunjuk/pedoman yang digunakan oleh ASA (Autism Society of America) dalam menilai suatu metode/cara terapi, yaitu:
1) Apakah terapi tersebut bisa membahayakan anak?
2) Apa akibatnya jika terapi tersebut gagal?
3) Apakah terapi tersebut telah terbukti secara ilmiah?
3) Apakah pra-terapi ada prosedur (assessment) yang spesifik/jelas untuk menentukan kurikulum/program?

Sedangkan petunjuk/pedoman dari NIMH (National Institute of Mental Health) bagi orangtua dalam menilai metode/cara/rencana terapi untuk anak mereka adalah:
1) Berapa tingkat keberhasilan program tersebut pada anak-anak yang pernah diterapi?
2) Berapa banyak anak yang akhirnya masuk ke sekolah reguler dengan metode tersebut?
3) Apakah terapis telah mendapat pelatihan dan pengalaman untuk bekerja dengan anak-anak autistik?
4) Apakah program terencana dan terorganisir?
4) Adakah jadwal harian yang jelas?
5) Apakah menggunakan program individual?
6) Apakah ada penilaian jelas untuk mengukur kemajuan?
7) Apakah anak mendapat aktivitas individual dan imbalan yang dapat memotivasi anak secara personal?
8) Apakah lingkungan dirancang untuk meminimalisir distraksi (pengalih perhatian)?
9) Apakah kurikulum/program memungkinkan untuk dilakukan juga di rumah?
10) Apa komitmen penyelenggara terhadap kesembuhan?

Berbagai ragam tatalaksana pada anak terdapat/ditawarkan di seluruh dunia ini, yaitu misalnya ABA (Applied Behavior Analysis), Biomedical Intervention, speech therapy, sensory integration therapy, occupation therapy, dolphin therapy, PECS (Picture Exchange Communication System), Son-Rise, TEACCH, music therapy, craniosacral therapy, EEG-Neurofeedback, hyperbaric oxygen therapy, stem cell therapy, dlsb. Namun hanya ada 2 terapi utama (intervention of choice) untuk autisme, yaitu ABA (Applied Behavior Analysis) dan Biomedical Intervention.

Di antara berbagai metode yang ada untuk terapi dan edukasi penyandang autisme, maka ABA (Applied Behavior Analysis) lah yang telah sangat luas diterima sebagai metode yang efektif dan efisien, yaitu sebagai dikemukakan oleh:
1) U.S. Public Health Service (1999): Mental Health: A Report of the U.S. Surgeon General states,“Thirty years of research demonstrated the efficacy of applied behavioral methods in reducing inappropriate behavior and in increasing communication, learning, and appropriate social behavior”
2) US Department Of Health dan NYSDOH (New York State Department Of Health, 1997): “ABA is the only intervention reccomended in autism”
3) AAP (American Academy Of Pediatrics (2007): The benefit of ABA-based interventions in autism spectrum disorders (ASDs) "has been well documented" and that "children who receive early intensive behavioral treatment have been shown to make substantial, sustained gains in IQ, language, academic performance, and adaptive behavior as well as some measures of social behavior.").

Sedangkan selain ABA dan Biomedical Intervention, terapi-terapi lainnya merupakan terapi tambahan jika diperlukan saja. Yaitu misalnya terapi okupasi hanya dilakukan jika memang ada masalah okupasi pada seorang anak, dan dilakukan hanya terbatas pada masalah okupasi itu saja, tidak semua hal/aktivitas yang terdapat dalam kurikulum terapi okupasi diterapkan begitu saja semuanya tanpa memandang diperlukan tidaknya oleh anak yang bersangkutan.

Di Indonesia, jenis terapi yang umumnya ditawarkan oleh suatu klinik/tempat terapi, adalah Terapi Wicara (TW), Sensory Integration (SI), Occupational Therapy (OT), dan Applied Behavior Analyisis (ABA).

Terapi Wicara sebenarnya sudah merupakan bagian dari kurikulum yang ada pada ABA. Bedanya adalah bahwa Terapi Wicara dalam ABA ini memang khusus dirancang dan dikembangkan untuk autistik. Sedangkan Terapi Wicara yang ada di Indonesia ini lebih ditujukan untuk menterapi pasca-stroke, tuna-rungu, (pasca-operasi) bibir-sumbing/langit-langit terbelah (cleft-lip/palate), dlsb. Sehingga tehnik dan sistematikanya tidak sesuai jika diterapkan dengan begitu saja pada autistik.

Masalahnya dengan SI dan OT yang dipraktekkan untuk autistik di Indonesia, yaitu tidak berdasarkan kebutuhan anak-anak autistik.
Praktek yang lazim dikerjakan adalah menerapkan dengan begitu saja seluruh program yang ada dalam kurikulum SI dan OT tanpa dikaitkan dengan kebutuhan anak.
Seharusnyalah sebelum menyusun kurikulum/program, perlu dilakukan assessment (pemeriksaan/penilaian) terhadap anak, kemudian disusun kurikulum/program yang sesuai (link and match) dengan hasil yang didapat pada assessment.
Namun sering assessment ini tidak dikerjakan, ataupun dibuat hanya sekedar formalitas, dan semua aktivitas yang ada di dalam kurikulum SI dan OT tetap saja diterapkan semuanya, padahal sebenarnya mungkin hanya 1-2/beberapa saja sebenarnya yang dibutuhkan, bahkan mungkin juga sebenarnya tidak dibutuhkan.

Jadi jika misalnya masalah okupasi anak adalah memakai dan melepas kaos kaki, maka itu yang dilatih/diterapi. Sedangkan misalnya tidak ada masalah jari-jemari (misalnya dalam mengokupasi pinsil) maka tidak perlu dilatih/diterapi jari-jarinya (ump memindahkan jepitan jemuran, dlsb).

Sedangkan SI untuk mengatasi masalah hiper.hiposensitivitas dengan fokus terutama pada tiga hal yaitu masalah vestibular (misalnya gerakan, keseimbangan), taktil (misalnya rabaan/sentuhan), dan proprioseptif (misalnya sendi dan ligament).
Jadi, misalnya ada masalah vestibular, barulah diterapi misalnya dengan ayunan/berayun, jika tidak maka tidaklah diperlukan.

Karena kita berkejar-kejaran dengan waktu, maka orangtua harus pandai-pandai agar jangan sampai terjadi buang-buang uang, waktu, tenaga, padahal tidak diperlukan.
Padahal waktu tersebut bisa digunakan misalnya untuk terapi ABA (Applied Behavior Analysis).
Jadi, sebelum dilakukan terapi/intervensi apapun, mohon orangtua memintakan hasil assessment, dan kurikulum/program/aktivitas apa yang akan dilakukan oleh terapis pada anak kita.
Orangtua mohon kritis jika ternyata rencana kurikulum/program/aktivitas tidak sesuai (tidak link and match) dengan hasil assessment.
Jangan takut dikatakan cerewet, karena itu adalah hak dari orangtua, yang merupakan bagian dari informed consent. Kitalah dan anak-anak kitalah yang akan menanggung risiko/akibatnya jika kita buang-buang waktu, tenaga, dan uang, secara sia-sia.

Senin, 12 September 2011

Biomedical Intervention Therapy (BIT) untuk Anak Autistik



Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS, SPdI

 Biomedical Intervention adalah ilmu medis/kedokteran yang menterapi/memperbaiki masalah nerobiologis dan biokimiawi yang terdapat pada autistik.
Autisme diyakini penyebabnya yaitu mempunyai dasar genetik dan dipicu oleh faktor lingkungan Faktor genetik ini mengakibatkan banyak hal, misalnya masalah/gangguan enzym, imunologi, dlsb.
Gangguan/masalah imunologi ini menyebabkan a.l. anak jadi sering/mudah sakit sehingga sering mendapat antibiotik. Antibiotik ini akan membunuh "bakteri baik" di saluran usus, sehingga terjadi overgrowth (tumbuh berlebihan) "bakteri jahat" dan jamur yang akan merusak dinding usus sehingga terjadi suatu keadaan yang disebut sebagai leaky gut syndrome.
Leaky gut syndrome menyebabkan berbagai bahan yang ada di saluran usus yang normalnya tidak diserap akan terserap yang kemudian mengganggu kerja otak dan syaraf.

Biomedical Intervention sebenarnyalah bukan merupakan merupakan ilmu baru, melainkan merupakan gabungan dari berbagai cabang ilmu kedokteran mainstream, seperti misalnya toksikologi, nerologi, imunologi, gastroenterologi, hepatologi, biokimia, dlsb.
Karena berbeda dengan penyakit-penyakit lain umumnya, yang hanya melibatkan terapi tunggal (umpamanya tifus hanya melibatkan pengobatan yang tertentu/terbatas saja), oleh karena kelainan yang terdapat pada sistem nerobiologis pada anak adalah kelainan yang multi-facet yang meliputi hampir seluruh sistem tubuh yang ada.
Pemberian obat-obat dan suplemen-suplemen pada Biomedical Intervention, ditujukan untuk mengobati/mengatasi masalah yang ada pada sistem nerobiologisnya, yaitu yang meliputi hampir seluruh sistem tubuh yang ada, misalnya sistem gastrohepatointenstinal, sistem detoksifikasi, sistem syaraf pusat (otak), dlsb.

Biomedical Intervention, terdiri atas restrictive-diet, medikamentosa (obat-obat), dan suplemen.
Diet dilakukan terhadap berbagai makanan/bahan makanan apapun yang diketahui mempunyai efek yang tidak baik pada anak. Diet utamanya terhadap susu dan terigu yang disebut CFGFSF (Casein-Free, Gluten-Free, Sugar-Free) diet. Hal ini berdasarkan oleh karena terdapat masalah genetik pada penyandang autisme, maka protein casein dari susu dan bahan gluten dari terigu tidak seluruhnya dicerna secara sempurna.

Protein casein dari susu yang berupa rangkaian dari asam-asam amino normalnya dipecah habis sehingga menjadi 1 cincin asam amino saja. Namun pada penyandang autisme banyak yang masih terdiri dari 2/3/lebih asam-asam amino, yang disebut sebagai peptida (peptide) yaitu dipeptida, tripeptida, dst.

Normalnya peptida-peptida ini tidak diserap oleh usus oleh karena merupakan molekul yang relatif besar dibandingkan “pori-pori” usus. Namun pada penyandang autisme, terjadi kerusakan pada dinding usus yang disebabkan oleh air raksa (merkuri) dari pengawet vaksin, ataupun karena virus campak dari vaksin Campak/MMR, ataupun karena terjadinya overgrowth (pertumbuhan berlebihan) pada jamur, maka terjadi suatu kondisi yang disebut hiperpermeabilitas (peningkatan permeabilitias/daya serap usus).
Hal ini bisa kita ibaratkan dengan saringan santan. Normalnya parutan kelapa tidak dapat menerobos saringan, tetapi hanya santannya saja yang bisa lewat. Namun jika terjadi pelebaran pada lubang-lubang saringan tersebut, maka banyak parutan kelapa yang juga ikut melalui saringan tersebut.

Sehingga pada penyandang autisme, peptida-peptida ini menjadi terserap oleh usus, kemudian mengikuti aliran darah dan mencapai otak.
Di otak terdapat berbagai reseptor, antara lain reseptor morfin. Reseptor ini ibarat sarang kunci kontak mobil, dimana anak kunci yang cocok akan dapat masuk dan men-start mesin mobil tersebut. Begitu juga dengan morfin, mereka akan memasuki reseptor-reseptornya dan menyebabkan efek/gejala morfinis. Nah, peptida-peptida yang berasal dari casein susu dan gluten terigu “bentuknya” serupa dengan “anak-kunci” morfin (seperti anak kunci palsu/duplikat), sehingga peptida-peptida ini bisa menempati/memasuki reseptor morfin dan menimbulkan gejala seperti mengkonsumsi morfin.
Oleh karena itu peptida yang berasal dari protein casein susu disebut caseomorphin, dan yang berasal dari glutein terigu disebut gluteomorphin, dan mereka dapat dideteksi dari urin penyandang autisme yang mengkonsumsi susu dan terigu, seperti layaknya tes yang dilakukan pada pengunjung diskotik saat razia oleh polisi/BNN.

Oleh karena itulah pada penyandang autisme perlu dilakukan diet CFGF (Casein-Free, Gluten-Free), yaitu mereka sama sekali tidak boleh mengkonsumsi susu dengan segala produknya (keju, yoghurt, dll) serta terigu dengan segala produknya.
Diet ini harus dijalankan secara ketat, harus 100 persen tanpa susu dan terigu, tidak boleh ada “kebocoran” sedikitpun atau sekali-sekalipun, baik yang disengaja maupun “kontaminasi” (sneaky) dari bahan makanan lain.

Di samping CFGF diet, anak juga perlu diet gula (Sugar-Free) yaitu tidak diberikan gula dalam bentuk murni atau dalam makanan/minuman dari sumber apapun (gula pasir, gula Jawa/aren/kelapa, sirup, madu, sari kurma, dlsb).
Masalahnya dengan pemberian gula ini (disakarida/polisakarida), yaitu adanya sisa-sisa gula dalam saluran perncernaan yang tidak terserap oleh usus, dan yang kemudian menjadi makanan/”pupuk” bagi jamur, sehingga jamur tumbuh berlebihan yang akan menyebabkan suatu kondisi yang disebut sebagai leaky-gut syndrome, yaitu meningkatnya permeabilitas (daya serap) usus, sehingga bahan-bahan yang seharusnya tidak terserap menjadi terserap (termasuk produk-produk/toksin dari jamur, bakteri, dan parasit) yang akan mengganggu kerja syaraf/otak. Di samping itu juga terbentuk gas-gas yang akan menyebabkan anak menjadi kembung serta adanya colicky-pain.

Jadi, restrictive-diet bagi penyandang autistik tidak hanya CFGF, tetapi lengkapnya adalah CFGFSF diet (Casein-Free, Gluten-Free, dan Sugar-Free).
CFGF harus mutlak 100%, atau dengan perkataan lain tidak ada sama sekali (0%) yang dikonsumsi, tidak boleh diet ini “bocor” walaupun hanya sesekali atau seminggu sekali. Hal ini disebabkan oleh karena efek/pengaruh dari “kebocoran” susu/terigu akan berlangsung panjang, yaitu pada susu bisa mencapai 4-6 minggu, sedangkan pada terigu bisa mencapai 6-8 minggu.

Jumat, 09 September 2011

LPABK_MUC Berawal dari Keprihatinan

Bulan Juli 2011 kami berhasil melunasi uang sewa sebuah Ruko dua lantai di komplek perumahan Metland Cileungsi, alhamdulillah. Begini ceritanya:

Adalah ibu Manzilah S.Psi dan Bapak Muhammad Arifin S.Psi, beliau berdua pasangan yang sangat konsisten dalam mendidik dan menerapi anak-anak ABK di lingkungan kami. Hani, Hafidz dan tiga anak lainnya secara rutin seminggu 3 kali belajar disebuah ruangan kecil di teras rumah Bapak dan Ibu Arifin yang sederhana. Di tempat inilah anak anak kami dididik seadanya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang oleh pasangan yang bersahaja ini.

Terbukanya akses informasi via internet ini terutama bagi saya pribadi menyadari betapa jauhnya ketertinggalan saya sebagai orangtua dan anak-anak saya sebagai penyandang autis dari keberhasilan terapi yang kami berikan pada anak-anak. Betapa kosongnya kami selama ini dari informasi yang benar, akhirnya mata ini terbuka lebar dan saya serasa ingin berlari mengerja  ketertinggalan ini. Begitulah karena kompleksnya kebutuhan terapi bagi anak-anak, kami sangat ingin meningkatkan materi terapi bagi anak-anak seiring semakin terbuka informasi dari luar tentang pengelolaan sebuah pusat terapi yang ideal,  anak-anak layak mendapatkannya! Mulai dari sini terasa semakin kuat sebuah tekad bahwa 'Tidak ada yang bisa dilakukan kecuali ini, yaitu membuat anak-anak semakin baik dan semakin baik'.

Namun begitu kami yaitu saya, Pak Harmento (suamiku), Ibu Ila, Bapak Arifin sangat sadar bahwa biaya yang kami butuhkan sangat besar. Tapi karena demi anak-anak juga tidak yang bisa dilakukan kecuali ini kami mulai sedikit demi sedikit menabung untuk mendapatkan sebuah tempat yang layak dan untuk mencicil peralatan terapi. Persis pertengahan Juli ini dari sebuah ruangan 1 x 2 anak-anak berpindah terapi ke Ruko dua lantai yang memiliki ruangan Sensori Integrasi Terapi yang cukup memadai.

Saat ini, per 10 September 2011 LPABK_MUC baru menerapi 5 orang anak   dengan Ibu Ila dan Bapak Arifin sebagai terapis. Dari 5 anak yang diterapi, 2 diantaranya mendapatkan subsidi 40 sampai 50 % mengingat kemampuan orangtua yang hanya sebagai buruh pabrik, meskipun begitu kami berharap bisa memberi lebih kepada anak-anak ini.

Menghadapi kenyataan seperti ini sebuah ide yang cukup baik sudah mulai kami laksanakan yaitu dengan menjual berbagai macam hasil produksi kami yang bertemakan autisme, peduli autis, segala sesuatu berhubungan dengan kampanye peduli autis, dan keuntungan dari penjualan ini akan digunakan untuk subsidi terapi anak-anak kurang mampu di LPABK_MUC. Mohon dukungan dan doa dari pembaca yaa...Ayo anda berminat membeli produk kami??? Silakan hubungi kami segera....

 Dari media ini juga saya tahu diluar negeri sana mereka para keluarga penyandang autis maupun para praktisi dan simpatisan melakukan cara yang sama untuk mendapatkan dana dari masyarakat yaitu dengan menjual produk. Kebetulan sekali kami adalah pengrajin yang memproduksi kerajinan logam seperti pin, lencana, gantungan kunci, cincin, kalung, jadi kenapa tidak? Tinggal kita jalankan.
 Anak-anak penyandang autis dan keluarganya sangat membutuhkan dukungan dari masyarakat dan pemerintah agar mereka bisa diberdayakan, karena anak-anak autis atau anak berkebutuhan khusus lainnya memiliki potensi besar yang bisa diandalkan bila kita semua mau peduli melihat dan memahami mereka, membantu mereka menemukan bakatnya. Jangan biarkan mereka terpuruk hanya menjadi beban bagi masyarakat dan negara di kemudian hari. Kami peduli! Siapa lagi yang mau? Mari bahu membahu!!!

LPABK_MUC pada awalnya bermodal tekad berharap akan tumbuh sebagai organisasi profesional butuh dukungan, masukan dan bantuan baik moril maupun materil dari para senior dan lembaga-lembaga yang
berkaitan. Kami menunggu uluran tangan dan jabat erat, kami berharap bisa menjadi bagian bagi barisan kemanusiaan yang berjuang dengan cinta dan kepedulian.