Selasa, 21 Juni 2011

Anak-anakku yang Unik!

Perkenalkan, aku bernama Afziah Lisayenti, panggilan kecilku adalah Yenti, lahir 40 tahun (saat entri ini dibuat) yang lalu di kota Padang. Pendidikanku hanya sampai Diploma III, Jurusan Akuntansi di Politeknik Universitas Sumatera Utara Medan.  Tentang latar belakangku bukannya tidak penting, tapi kita tidak berbicara tentang aku bukan?

Menikah dengan seorang pria pilihanku bernama Harmento pada tanggal 21 Desember 1997, seorang pria tangguh yang selalu hidup untuk menanggulangi berbagai masalah! Pria yang sudah terbiasa menaggung beban berat dalam hidupnya, mungkin karena itulah aku berjodoh dengan beliau untuk mengimbangi diriku yang lemah dalam banyak hal. Wallahu A'lam!

Tentang Hani

Hani dilahirkan  satu tahun setelah pernikahanku pada tanggal 9 Desember 1998, lahir dengan proses kelahiran normal berat 3,1 kg panjang 51 cm, sehat dan cantik. Sebagai anak pertama, sebagaimana orangtua lainnya, sangat besar rasa cinta dan harapan kami pada putriku ini. Perkembangannya hari demi hari pada awalnya normal, tahap-tahap perkembangan dia lalui tanpa kekhawatiran bagi kami berdua, kontak mata, kemampuan bicara, aku masih ingat setiap aku berangkat ke kantor Hani sudah bisa dadah pada usia 8 bulan, dan pada usia itu juga dia sudah mengerti menyapa aku di hp 'ao (hallo) wuang buu (pulang bu)' biasanya ayahnya mengajarkannya begitu dan Hani menirunya, oh senangnya mengingat saat-saat itu!

Suatu ketika, anakku sampai pada jadwal imunisasi, sebagaimana biasa dokter tua itu, sangat suka pada Hani, 'ini bayi yang cerdas bu, ikutkan lomba bayi dong, menang nih, kecil tapi pintar' bayiku memang gak gemuk tapi sehat! Namun pada malam harinya, apa yang terjadi, badannya mendadak panas tinggi, muntah-mutah, muntahnya sangat banyak dan berlendir,...begitulah kejadiannya ! Tapi aku tidak bermaksud menghubungkan ini dengan autisnya anakku lho! Wallahu A'lam! Pada saat ini aku belum menyadari apa yang sebenarnya terjadi...

Perkembangan selanjutnya, pada umur 13 bulan aku dan pengasuhnya mengajak Hani bermain, dia sudah pandai merambat, anakku tidak mengalami tahap merayap maupun merangkak, kami memberinya baby walker, dia belajar duduk dan berjalan dengan baby walkernya, ternyata belakangan hal ini juga ada hubungannya dengan autis itu! Aku belum melihat anakku berjalan sebelumnya, tapi ketika aku melepas dia untuk untuk mulai berjalan menuju pengasuh, Hani malah berlari! Subhanallah! Betapa senangnya waktu itu, ajaib sekali, aku belum pernah mengetahui hal seperti itu sebelumnya, mungkinkah ini suatu pertanda baik?

Tapi lambat laun, perkembangannya semakin tidak menggembirakan, anakku mulai tidak bisa diajak komunikasi, kontak matanya pun menghilang, kemampuan bicaranya menghilang, kata-kata yang sudah dia kuasaipun menghilang! Mulai tidak mau makan, sangat rewel, tantrum suka membenturkan kepala, dia lebih banyak berlari dari pada berjalan! Ya Allah! Umur 18 bulan aku bawa ke dokter anak! Autis! Itulah diagnosanya....

Tentang Hafidz

Ketika Hani genap berusia 2 tahun lahirlah putraku Hafidz Alfikri pada tanggal 22 Desember 2000, dengan proses kelahiran Ceasar, karena 3 hari sejak pembukaan pertama bayiku tidak maju atau bergerak, diruang persalinan aku hanya sempat mendengar para dokter berbicara bahwa bayi keracunan ketuban dan tidak menangis, setelah itu tidak ada penjelasan. Setelah beberapa waktu dengan suatu tindakan akhirnya Hafidzpun menangis. Putraku sejak kelahirannya adalah anak yang cengeng, tidak suka bermain, tidak punya minat dengan mainan ataupun permainan, lebih suka digendong dan sangat pemalu.

Keduanya, Hani dan Hafidz tidak berkomunikasi satu sama lain sampai usia mereka kanak-kanak. Kami hidup dalam kesunyian yang memilukan dengan bahasa yang tidak kami pahami. Yang keluar dari mulut

kedua anakku hanyalah gumaman, mmm, hmmmm, atau rangkaian kata-kata aneh yang tak bisa dipahami tapi jelas suku katanya"fugiga gocia sugia, ina sakna isa papaua tatia ampau" aku hapal betul syair yang seringkali diucapkan Hafidz  ini.
Berbeda dengan kakaknya yang kaku, emosinal dan tidak suka sentuhan. Hafidz kebalikannya lemes, cengeng dan maunya dipeluk-peluk dan dibelai belai, sangat sensitif terhadap rasa sakit.
Keduanya suka sekali memainkan jari-jari tangan, seolah-olah sedang berbicara dengan seseorang yang gaib. Bila keduanya sedang bermain diluar rumah, maka aku tak boleh luput dari keduanya, karena seringkali mereka dengan kecepatan seperti kilat menghilang  ke arah yang berbeda.

Capek, stres dan sedih itulah yang kami rasakan setiap hari. Tidak ada pekerjaan tetap, hanya usaha kecil yang baru dirintis, tidak ada tabungan, penghasilan hanya untuk kebutuhan hidup sehari-hari.  Ditambah lagi beban hidup yang berat karena suamiku juga harus menafkahi orangtua dan menyekolahkan adik-adiknya maka aku dan anak-anakkulah yang harus mengalah.... akhirnya obat dan terapi yang sangat mahal bagi kami saat itu hanya impian.
 


Terseok-seok Mencari Upaya Kesembuhan

Kuakui sudah hampir 10 tahun bagiku dunia seakan gelap. Aku tak tahu kemana melangkah. Seakan-akan ada cahaya terang tapi sebentar juga menghilang karena mungkin aku hanya bisa melihatnya di kejauhan.
Tapi tetap kami berusaha mencari upaya kesembuhan!!!